Cinta Ialah Maqam Tertinggi Dalam Tasawuf Jangan Berhenti Untuk Meraihnya
RUJUKAN DALAM MEMBINCANGKAN PERJALANAN RUHANI ( Part II )
Sambungan dari: Tiga Tingkatan Salik dalam Bertasawuf Menuju Tuhan
Kajian Tuangku Syeikh Muhammad Ali Hanafiah Ar-Rabbani
Bintaro , 11 Januari 2018
Sebenarnya , maqam tertinggi dalam bertasawuf itu yakni cinta dan tidak ada di atasnya. Kalau ada orang yang sampai pada tahap fana sehingga mabuk dalam rasa dekat maka bahu-membahu itu yakni tahapan atau proses untuk menemukan cinta. Kalau sudah pada tahap maqam cinta , maka seseorang akan menemukan adanya yang menyayangi dan yang dicintai , ada kamu dan ada aku. Kalau tidak mampu menemukan perbedaan itu , maka tidak akan ada cinta di sana. Makanya , dari awal sudah saya (Tuangku Syeikh M. Ali Hanafiah) kunci bahwa cinta itu yakni maqam tertinggi , sehingga orang yang bertasawuf dilarang berhenti berusaha menuju kepada Allah sebelum ia menemukan cinta yang sebenarnya. Jika baru menemukan rasa dekat bahkan mabuk dalam perasaan menyatu dengan Tuhan , maka jangan berhenti , tetapi teruslah berjalan sampai menemukan cinta. Jika berhenti pada maqam mabuk dalam rasa dekat Allah , maka akan menemukan banyak jebakan dan godaan setan di sana.
Jangan kita terpengaruh dengan sensasi-sensasi dari syathahat seorang sufi , alasannya yakni orang itu masih berada di tengah-tengah perjalanan. Dia masih dalam proses menuju cinta kepada Allah. Sebenarnya , bila seorang salik berada pada tahapan mabuk dalam rasa dekat sehingga keluar ungkapan-ungkapan seakan menyatu dengan Tuhan , maka ia dilarang berada di tengah-tengah orang awam. Bahkan , bila ia yakni seorang mursyid maka dilarang muncul di depan murid-muridnya. Sebab , ini akan mengakibatkan fitnah dalam agama , dan mampu menyesatkan murid atau orang lain yang melihatnya.
Itulah sebabnya , Allah Swt memerintahkan semoga seseorang dalam berusaha kepada-Nya jangan menggunakan nafsu. Bagaimana cara menuju Allah tanpa menggunakan nafsu? Jika kita punya harapan dekat dan cinta kepada Allah , bagaimana melakukannya bila tidak menggunakan nafsu! Padahal , nafsu itulah yang memiliki harapan yang mampu digunakan untuk berusaha! Ini kelihatannya sesuatu yang tidak mungkin , alasannya yakni kehendak menuju kepada Allah itu sendiri yakni bagian dari harapan nafsu.
Caranya yakni bermursyid , atau belajar kepada seorang mursyid. Jika seseorang sudah belajar , kemudian mengamalkan apa yang diajarkan dan diperintahkan oleh Mursyid maka ia telah terlepas dari kehendak dan harapan nafsu pada dirinya. Itulah sebabnya , (jika ingin menuju kepada Allah tanpa bernafsu) wajib kita bermursyid. Kalau kita berjalan kepada Allah tanpa bimbingan seorang Mursyid maka itu 100% menggunakan nafsu. Namun , bila bermursyid maka apa yang kita lakukan itu menjadi tanggungjawab Mursyid. Kaprikornus , bila ada kehendak kepada Allah dan itu merupakan hasil bimbingan Mursyid maka itu bukanlah kehendak nafsu kita , tetapi merupakan kehendak Allah melalui diri seorang Mursyid. Itulah sebabnya mengapa kita wajib belajar dalam menuju kepada Allah.
Tujuan dari belajar atau bermursyid yakni menundukkan ego. Prinsipnya , “Kalau itu sudah menjadi perintah guru , maka akan saya tempuh.” Kalau disuruh masuk ke api atau ke jurang sekali pun , bila itu yakni perintah guru maka seorang murid harus menempuhnya. Sebab , itu yakni perintah guru/mursyid meskipun di dalam diri sendiri ada harapan untuk tidak melakukannya. Itulah salah satu fungsi baiat kepada guru , sebagai pertanggungjawaban Mursyid di hadapan Allah atas apa yang ia perintahkan kepada muridnya. Semua yang dilakukan murid bila atas perintah gurunya maka akan ditanggung oleh Mursyid. Berjalan menuju kepada Allah tidak mampu tanpa bahtera , kita tidak mampu berenang sendirian kepada-Nya.
Ketika seseorang telah sampai pada tahap penyaksian dimana ia menyaksikan Allah maka ia sudah pasti akan jatuh cinta kepada-Nya. Mabuknya orang yang jatuh cinta berbeda dengan orang yang mabuk karena didorong oleh rasa dekat kepada Allah. Mabuknya orang yang jatuh cinta , ia mampu membedakan antara dirinya di satu sisi dan Kekasihnya di sisi yang lain. Namun , bila mabuk karena rasa dekat , maka ia tidak mampu membedakan antara dirinya dengan Tuhan. Karena itu , bila baru sampai pada tahapan mabuk dalam rasa dekat maka jangan berhenti tetapi teruslah berjalan sampai menemukan cinta sesudah menyaksikan-Nya. Orang yang mencar ilmu tarekat dilarang lagi mundur atau berhenti di tengah jalan.
Orang yang baru sampai tahap mabuk dalam rasa dekat mirip orang yang mampu memegang hidungnya tetapi tidak mampu melihat ujung hidungnya sendiri. Jika ujung hidungnya dicoret dengan ballpoint maka ia tidak mampu melihatnya , sehingga dibutuhkan orang lain yang mampu melihat coretan itu. Yang mampu melihat coretan itulah tugasnya Mursyid.
Yang paling penting yakni memperbaiki niat dalam bertarekat. Apa tujuannya bertarekat! Niatnya harus semata mencari ridha Allah. Dari niat baik itulah Allah akan menjaga kita. Jika kita sudah memiliki niat yang baik , maka bila dalam perjalanan kita tersesat , maka Allah akan memperlihatkan petunjuk-Nya. Jangan pula takut tersesat selagi niatnya mencari ridha Allah , alasannya yakni banyak orang yang enggan bertarekat karena takut tersesat. Kalau pun tersesat masuk dalam satu kelompok , maka pasti ada saatnya Allah akan menyelamatkan.
Sumber: http://majelisrabbani.org
Buat lebih berguna, kongsi: